Dalam sejarah Islam terkait dengan kepemimpinan, kata Khulafaur Rasyidin sangat akrab. Kata ini merujuk pada gelar pemimpin dunia Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Tidak semua pemuka Islam memiliki gelar Khulafaur Rashidin. Gelar ini hanya diberikan kepada empat orang sahabat Nabi, yaitu Abu Bakar As Siddiq, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan, dan Ali ibn Abi Thalib.
Baca juga yuk mengenai doa iftitah pada tautan tersebut.
Keempat tokoh tersebut memiliki karakter yang kuat dalam memimpin dan bijak dalam pengambilan keputusan. Semangat asketisme begitu luar biasa, hingga ia tidak terlalu memikirkan urusan duniawi dan memilih taat pada Islam.
Namun, bukan berarti ia tidak menerima gaji. Sebagai pemimpin, keempat sahabat itu juga mendapat upah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang diambil dari Baitul Mal.
Jadi, berapa banyak hadiah yang diterima masing-masing teman ini saat menjalankan tugasnya sebagai khalifah atau pemimpin?
Dikutip dari Islami.co, ada banyak buku yang menjelaskan besaran gaji setiap khalifah. Seperti kitab Abu Bakr Al Shiddiq karangan Ali Al Thanthawi yang menjelaskan besarnya gaji Khalifah Abu Bakar.
Upah Abu Bakar
Ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Majelis Muslim yang anggotanya seperti Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah sepakat untuk menetapkan gaji 250 dinar per tahun, sekitar Rp 600 juta diambil dari Baitul Mal.
Ada riwayat lain yang menyebutkan gaji Abu Bakar sebagai khalifah mencapai 6.000 dirham atau sekitar Rp. 14,4 miliar. Selain itu, ada domba, lemak, dan susu setiap hari.
Kambing digunakan sebagai pesta untuk tamu desa. Untuk lemak dan susu yang dikonsumsi oleh Abu Bakar dan keluarganya.
Selama masa jabatan pertamanya, Abu Bakar mengalami kesulitan keuangan. Gaji yang dia terima tidak cukup untuk menghidupi keluarga besarnya.
Untuk melakukan ini, Abu Bakar kembali berdagang di pasar Madinah. Ia pun memaparkan kondisinya di depan masyarakat saat itu.
Mengetahui hal tersebut, Umar langsung mencari Abu Bakar di pasar. Setelah bertemu dengannya, dia meraih tangan Abu Bakar dan mengajaknya berbicara secara pribadi.
“Saya tidak membutuhkan pemerintah Anda. Anda memberi saya gaji yang tidak cukup untuk menghidupi keluarga saya,” kata Abu Bakar.
“Kami akan menaikkan gaji Anda,” kata Umar.
Terus terang, Abu Bakar menuntut upah tertentu. “Saya minta 300 dinar dan seekor kambing penuh,” kata Abu Bakar.
“Kalau saya keberatan,” kata Umar.
Ali tiba-tiba datang dan menyela pembicaraan. “Berikan upah kepada Abu Bakar,” kata Ali.
“Apakah Anda setuju dengan permintaan Abu Bakar?” takone Umar. Ali kemudian menjawab, “Ya, saya setuju.”
“Bilang itu pendatang. Saya tidak tahu kalau yang lain setuju,” kata Abu Bakar.
Setelah itu, mereka bergegas meninggalkan pasar dan berpidato di depan orang banyak.
“Wahai manusia, gajinya untuk kepala negara sekitar 250 dinar setengah domba. Umar dan Ali menghabiskan hingga 300 dinar dan seekor kambing utuh. Apakah Anda senang dengan gaji yang akan saya terima?” ujare Abu Bakar.
Apakah kalian sudah tau apa saja hukum tajwid? Jika belum tau silahkan bisa baca-baca.
Pada saat yang sama, dia menjawab, “Ya, kami bahagia.”
Tiba-tiba, ada protes dari seorang Badui, “Demi Allah, kami tidak melakukannya. Lalu, apa hak orang Badui?”
“Jika komunitas Muhajirin setuju dengan sesuatu, maka Anda harus menindaklanjutinya,” kata Abu Bakar.
Sejak itu, gaji yang diterima Abu Bakar 300 dinar setahun, sekitar Rp. 720 juta dan seluruh domba per hari. Namun, Abu Bakar hanya mengambil gaji untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.