Alun-alun sering dijadikan ruang rekrasi keluarga, yang dibangun bisa menggunakan rumput sintetis atau taman bunga. Seperti diketahui, fasilitas umum seperti alun-alun dapat dinikmati oleh siapa saja tanpa terkecuali. Salah satunya Alun-alun Tegal. Terletak di pusat kota tepatnya di Jalan Pancasila, Mangkukusuman, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal. Alun-alun ini dikelilingi bangunan penting bahkan bersejarah di Tegal, diantaranya Gedung Balai Kota, Masjid Agung, Menara Air, Taman Pancasila, Gedung SCS, dan Stasiun Kereta Api.
Kalau kamu ingat kapan terjadinya perang antara Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belkamu yang terkenal dengan sebutan Perang Jawa maka Kamu tentu akan mudah untuk mengingat sejarah dibangunnya Masjid Agung Kota Tegal, Jawa Tengah.
Dikarenakan dibangun pada saat terjadinya perang, maka keberadaan masjid ini seakan menjadi saksi bisu perlawanan yang dilakukan Pangeran Diponegoro bersama pengikutnya yang setia dalam membela kebenaran. Masjid Agung Kota Tegal ini sejak berdirinya hingga sekarang telah mengalami beberapa kali renovasi. Tercatat pada tahun 1927, ruang paseban masjid direnovasi karena sudah tidak representatif lagi. Sebagai gantinya, dibangunlah KUA (Kantor Urusan Agama), tempat untuk melangsungkan pernikahan bagi umat Islam Tegal. Kemudian pada tahun 1953-1954, Masjid Agung yang terletak di sebelah barat alun-alun kota Tegal ini pun direnovasi kembali. Bahkan, renovasi dan perombakan kala itu dilakukan secara besar-besaran. Serambi depan masjid diperluas ke arah depan sehingga menyatu dengan KUA.
Untuk memenuhi kebutuhan jamaah akan air wudhu maka pada tahun 1970 tempat wudhu sebelah kanan masjid diperbaiki. Kemudian, agar bangunan masjid kelihatan modem maka pada tahun 1985 bagian atap masjid dirombak dan diganti dengan atap tumpang, seperti yang tampak sekarang ini. Meski atapnya telah dirombak, bila masjid ini kita lihat dari arah belakang maka gaya arsitektur yang modem tersebut tidak akan terlihat karena hingga sekarang bagian belakang masjid ini belum pernah direnovasi masih tampak kekunoannya. IHWAN AHMAD YUSUF BLOGSPOT
Kebetulan, letak Masjid Agung ini memang tidak jauh dari pendopo Walikota Tegal, tepatnya kurang lebih 150 meter ke arah barat laut dari pendopo tersebut. Panggilan azannya dikumkamungkan melalui pengeras suara yang diletakkan di puncak menara masjid.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Kota Tegal menjadi daerah yang cukup strategis yang ada di pesisir utara Jawa sekitar abad ke-18 hingga ke-20 M. Kondisi ini juga didukung dengan adanya jalur kereta api yang melewati wilayah Tegal dengan menghubungkan kota-kota di sepanjang pesisir utara Jawa. Hal tersebut nampaknya dapat dibuktikan dengan adanya keberadaan bekas kantor perusahaan kereta api swasta Semarang-Cheribon Stoomtram Matschappij (SCS) anakan perusahaan Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), yaitu Gedung Birao.
Gedung Birao dirancang pertama kali pada 1911 oleh arsitek terkemuka dalam perkembangan arsitektur Belkamu, Henri Maclaine Pont, arsitek keturunan Belkamu-Bugis yang lahir di Jakarta. Bangunan ini sangat kental dengan gaya arsitektur belanda. Meski demikian, Maclaine Pont mahir dalam menggunakan sumber daya alam setempat dan memperkerjakan buruh lokal dengan harapan sebagai latihan dalam menambah keterampilan mereka. Pembangunan Gedung Birao ini turut memperhatikan kondisi lingkungan setempat, sama halnya Lawang Sewu dibuat. Bangunan dirancang sedemikian rupa untuk menyesuaikan dengan iklim, sinar matahari, dan gaya hidup masyarakat lokal pada masa itu. Tidak seperti orang Eropa yang lebih memilih menggunakan bahan impor, Maclaine Pont menggunakan bahan-bahan lokal misalnya kayu jati, batu bata, dan pasir lokal.